Sunday, September 7, 2014

# Cerita

Tiada yang Salah pada Sebuah Tradisi

Baru penulis sadari bahwa dalam sebuah tradisi tiada yang salah maupun benar. Anggapan penulis yang kala itu masih didasarkan pada kelihatannya membuat penulis sering menyalahkan tradisi yang berbeda dan membuat rasa kurang nyaman.
Hidup di desa memang memiliki kebahagiaan alami.
Selama duduk di kelas 4 hingga 6 Sekolah Dasar, penulis tinggal bersama keluarga besar dari ibu. Kita semua tinggal di dalam rumah besar berbau desa yang khas dengan lantai semen dan cerobong asapnya.
Bukan karena kami keluarga besar, kami selalu menjalankan sholat idul fitri bersama, yang tak lain kami meimilih masjid terdekat agar bisa pulang lebih cepat dan memang masjid tersebut adalah sentral berkumpulnya tetangga-tetangga. Selain itu, agar usai sholat kami semua bisa menghadiri acara makan besar yang digelar di sekitar masjid dengan maksud merayakan kemenangan. Ketika daun-daun pisang mulai dilebarkan, dari lansia hingga bayi yang masih menyusu segera mengelilingi.
Tradisi tersebut tidak penulis temukan di kota. Mereka langsung pulang tanpa bersalaman, apalagi makan. Tapi itu bukan kesalahan. Hanya penulis yang kurang terbiasa hingga merasa aneh dan kurang nyaman.
Sesampainya di rumah, entah keluarga penulis dulu yang berkeliling atau tetangga-tetangga dulu yang berkunjung, tetap kami harus datang ke rumah satu sama lain walau telah bertemu beribukali pun.
Sekali lagi, tradisi tersebut tidak penulis temukan di kota. Keluarga kecil penulis yang terbiasa berkunjung lebih dulu ke tetangga-tetangga, menjadi tidak pernah mendapat kunjungan dari mereka. Toples-toples penuh jajan akan tetap penuh hingga lebaran berakhir. Memang menyedihkan yang penulis rasa. Namun itu tradisi di sini. Harus bisa merasa nyaman walau terpaksa.


No comments:

Post a Comment